I.
Judul
: Uji
Enzim
II.
Tujuan
:
Kegiatan
1 : untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim.
Kegiatan
2 : untuk membuktikan bahwa derajat keasaman (pH) mempengaruhi aktivitas
enzim.
Kegiatan
3 : untuk mengetahui pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan suatu
substrat (amilum).
Kegiatan
4 : untuk mengetahui pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim.
Kegiatan
5 : untuk membuktikan adanya pigmen-pigmen dalam empedu.
Kegiatan
6 : untuk membuktikan adanya asam empedu dalam larutan empedu.
III. Landasan Teori
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak
terdapat dalam sel hidup. Sekarang, kira-kira lebih dari 2.000 enzim telah
teridentifikasi, yang masing-masing berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia
dalam system hidup. Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian nesar enzim
dapat diperoleh dari ekstraksi dari jaringan tanpa merusak fungsinya.
Sebagai katalisator, enzim berbeda dengan
katalisator anorganik dan organic sederhana yang umumnya dapat mengkatalisis
berbagai reaksi kimia. Enzim memepunyai spesifitas yang sangat tinggi, baik
terhadap reaktan (substrat) maupun jenis reaksi yang dikatalisiskan. Pada
umumnya, suatu enzim hanya mengkatalisis satu jenis reaksi dan bekerja pada
suatu substrat tertentu. Kemudian, enzim dapat meningkatkan laju reaksi yang
luar biasa tanpa pembentukan produk samping dan molekul berfungsi dalam larutan
encer pada keadaan biasa (fisiologis) tekanan, suhu, dan pH normal. Hanya
sedikit katalisator nonbiologi yang dilengkapi sifat-sifat demikian.
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolism sel.
Enzim bekerja dengan urutan-urutan yang teratur dan mengkatalisis ratusan
reaksi dari reaksi yang sangat sederhan seperti replikasi kromosom sampai ke
reaksi yang sangat rumit, misalnya yang menguraikan molekul nutrient, menyimpan
dan mengubah energy kimiawi. Masing-masing reaksi dikatalisis oleh sejenis
enzim tertentu. Diantara sejumlah enzim tesebut, ada sekelompok enzim yang
disebut enzim pengatur. Enzim dapat mengenali berbagai isyarat metabolis yang
diterima. Melalui aktivitasnya, enzim pengatur mengkoordinasikan system enzim
dengan baik, sehingga menghasilkan hubungan harmonis diantara sejumlah
aktivitas metabolis yang berbeda. Pada keadaan abnormal atau aktivitas
berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan penyakit.
Semua enzim pada hakikatnya adalah protein. Beberapa
diantaranya mempunyai struktur agak sederhana sedangkan sebagian besar lainnya
memiliki struktur rumit. Naun, kebanyakan enzim baru berfungsi sebagai katalis
apabila disertai zat lain yang bukan protein, yang disebut kofaktor. Suatu
kofaktor dapat berupa ion logam sederhana seperti Fe2+ atau Cu2-,
tetapi dapat pula berupa molekul organic kompleks yang disebut koenzim. Bagian
protein dari enzim disebut apoenzim. Kemudian gabungan apoenzim dan kofaktornya
sehingga enzim menjad aktif disebut holoenzim.
Berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis, enzim
dapat dibagi menjadi enam golongan utama yaitu:
1. Oksidoreduktase:
kelompok enzim yang mengerjakan reaksi oksidasi dan reduksi.
2. Transferase:
kelompok enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu
senyawa kepada senyawa lain.
3. Hidrolase:
kelompok enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis.
4. Liase:
kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap.
5. Isomerase:
kelompok enzim yang mengkatalisis perubahan konformasi molekul (isomerisasi).
6. Ligase
(sintetase): kelompok enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan kovalen.
Banyak factor yang mempengaruhi aktivitas enzim.
Beberapa diantaranya yang paling penting adalah suhu, pH, konsentrasi enzim,
dan konsentrasi substrat.
a. Pengaruh
suhu
Setiap enzim mempunyai
suhu optimum, yaitu suhu dimana enzim memiliki aktivitas maksimal. Enzim
didalam tubuh manusia mempunyai suhu optimal sekitar 37ºC. di bawah atau di
atas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Suhu mendekati titik beku tidak
merusak enzim, tetapi enzim tidak aktif. Jika suhu dinaikkan, maka aktivitas
enzim meningkat. Namun, kenaikan enzim yang cukup besar dapat menyebabkan enzim
mengalami denaturasi dan mematikan aktivitas katalisnya. Sebaian enzim
mengalami denaturasi pada suhu di atas 60ºC.
b. Pengaruh
pH
Enzim bekerja pada pH
tertentu, umumnya pada pH sekitar 6-8. Setiap enzim mempuntai pH optimum yang
khas. pH optimum enzim umumnya adalah sekitar pH jaringan di mana enzim berada.
Beberapa enzim ada yang aktivitasnya pada pH tinggi dan ada pula yang pada pH
rendah. Misalnya, pepsin merupakan enzim pencernaan yang terdapat dalam usus
halus dan memiliki pH 7,7. Pada pH jauh diatas pH optimum, enzim akan mengalami
denaturasi.
c. Pengaruh
konsentrasi enzim
Pada konsentrasi
substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan
reaksi enzimatis (V) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (E) sampai batas
tertentu, sehingga reaksi mengalami kesetimbangan. Pada saat setimbang,
peningkatan knsentrasi enzim sudah tidak berpengaruh.
d. Pengaruh
konsentrasi substrat
Pada konsentrasi enzim yang tetap, peningkatan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Pada titik maksimum semua enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga penambahan substrat sudah tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.
Gambar 1.
Kurva pengaruh konsentrasi substrat
terhadap aktivitas enzim
Enzim,
seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-kira
12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat besar
dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa enzim
hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain residu
asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen kimia bagi
aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu molekul
anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+
atau mungkin juga suatu molekul anorganik kompleks yang disebut koenzim.
Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi
aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara
lemah atau dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa
ini terikat kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus
prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis,
bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan
ion logam bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim
akan terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1982).
Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat
terhenti secara reversible. Kenaikan
suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik enzim dan frekuensi tumbukan
antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif. Pada suhu di
mana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 10oC menyebabkan
kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu
optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu terus
ditingkatkan, maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas
katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 30oC
s.d. 40oC dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan di atas suhu 60oC (Yazid,
2006). Enzim bekerja pada kisaran pH
tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang
berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas
maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai
puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat
rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2. Pada pH yang jauh di luar
pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik enzim
maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik yang mengakibatkan
enzim tidak dapat berikatan dengan substrat. Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan
umumnya tergantung pada pH lingkungannya. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal
pada pH optimum, umumnya antara pH 6 s.d. 8,0. Jika pH lebih rendah atau lebih
tinggi daripada pH optimum, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi
sehingga menurunkan aktivitasnya.
Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat
dari hasil hidrolisis substrat yang dikatalisis. Misalnya, amilum
terhidrolisisi menjadi maltosa atau glukosa. Hasil hidrolisis dapat dibuktikan
dengan uji Benedict. Bila positif, berarti amilum terhidrolisis, sehingga dapat
diasumsikan enzim memiliki aktivitas tinggi. Sebaliknya, bila hasilnya negatif,
berarti amilum tidak terhidrolisis karena enzim tidak aktif atau mengalami
penurunan aktivitas (Yazid, 2006).
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya
konsentrasi enzim ecara singkat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis.
Dengan kata lain, semakin besar volume atau konsentrasi enzim, semakin tinggi
pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalis. Hal ini dapat
dilihat dari perbedaan warna yang terjadi melalui uji iodium atau adanya
endapan yang terbentuk melalui uji benedict.
Pada konsentrasi enzim yang tetap penambahan
konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai
kecepatan maksimum yang tepat. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum
tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui titik jenuh.
Empedu mengandung bermacam-macam pigmen. Pigmen
empedu yang utama adalah biliverdin yang berwarna hijau dan bilirubin yang
berwarna jingga atau kuning coklat. Oksidasi pigmen-pigmen empedu oleh
oksidator kuat seperti HNO3 akan menghasilkan turunan senyawa yang
berwarna. Misalnya:
Messobiliverdin : hijau-biru
Mesobirubin : kuning
Mesobilisianin : biru-ungu atau violet
Di dalam empedu, asam-asam empedu, seperti asam
kholat dan asam kenodeokikolat terutama sebagai garamnya, merupakan turunan
senyawa aromatic kompleks. Asam empedu dengan furfural (dihasilkan dari
dehidrasi karbohidrat oleh H2SO4 pekat) akan
berkondensasi membentuk senyawa berwarna (Yazid, 2006).
IV. Alat dan Bahan
4.1
Kegiatan 1: Pengaruh Suhu Terhadap 4.2
Kegiatan 2 :Pengaruh pH Terhadap
Aktivitas Enzim Aktivitas
Enzim
4.1.1
Alat : 4.2.1
Alat :
1.
Alat pemanas 1. Tabung reaksi
2.
Tabung reaksi 2. Pipet ukur
3.
Gelas kimia 3. Alat pemanas
4.
Pipet ukur
4.1.2
Bahan: 4.2.2
Bahan :
1.
Larutan amilum 2% 1. Larutan amilum 2%
2.
Enzim amylase (saliva) 2. Enzim amilase
3.
Larutan iodium 3. Larutan HCl 0,4%, pH=1
4.
Larutan benedict 4. Aquades, pH=7
5.
Larutan Na2CO3 1%,
pH=9
6. Larutan iodium
7. Pereaksi benedict
4.3
Kegiatan 3 : Pengaruh Konsentrasi Enzim 4.4
Kegiatan 4 : Pengaruh Konsentrasi
Terhadap
Aktivitas Enzim Substrat
Terhadap Aktivitas Enzim
4.3.1
Alat : 4.4.1
Alat :
1.
Alat pemanas 1. Tabung reaksi
2.
Tabung reaksi 2. Pipet ukur
3.
Pipet ukur
4.
Gelas beker
5.
Pipet tetes
4.3.2
Bahan : 4.4.2
Bahan :
1.
Larutan amilum 2% 1. Larutan amilum 2%
2.
Enzim amilase 2. Enzim amilase
3.
Larutan iodium 3. Larutan iodium
4.
Pereaksi benedict 4. Pereaksi benedict
4.5
Kegiatan 5 : Uji Gmelin 4.6
Kegiatan 6 : Uji Pettenkofer
4.5.1
Alat : 4.6.1
Alat :
1.
Tabung reaksi 1. Tabung reaksi
2.
Pipet tetes 2. Pipet tetes
3.
Gelas beker 3. Gelas beker
4.5.2
Bahan : 4.6.2
Bahan :
1.
Larutan empedu pekat (1:10) 1. Larutan empedu pekat
(1:10)
2.
Larutan HNO3 pekat 2. Larutan sukrosa 5%
3.
Larutan iodium 3. Larutan H2SO4 pekat
V. Langkah Kerja
5.1 Pengaruh
Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
1. Menyediakan
6 tabung reaksi yang bersih dan kering.
2. Menambahkan
1 ml enzim amilase (saliva) pada setiap tabung dan memberi label setiap tabung
reaksi..
3. Memasukkan
tabung reaksi berlabel 1 dan 2 ke dalam gelas kimia yang berisi es batu.
4. Menyimpan
tabung reaksi berlabel 3 dan 4 pada suhu kamar.
5. Memasukkan
tabung reaksi berlabel 5 dan 6 ke dalam gelas kimia yang berisi air mendidih.
6. Membiarkan
masing-masing tabung pada tempatnya selama 5 menit.
7. Menambahkan
2 ml amilum pada masing-masing tabung dan menunggu selama 15 menit.
8. Melakukan
uji Iodium (1 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 1, 3, dan 5.
9. Melakukan
uji Benedict (4 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 2, 4, dan 6.
10. Mencatat
perubahan warna yang terjadi pada masing-masing uji.
5.2 Pengaruh pH
Terhadap Aktivitas Enzim
1. Menyediakan
6 tabung reaksi yang bersih.
2. Memberi
label setiap tabung reaksi.
3. Menambahkan
2 ml larutan HCl 0,4% ke dalam tabung reaksi berlabel 1 dan 2.
4. Menambahkan
2 ml aquades ke dalam tabung reaksi
berlabel 3 dan 4.
5. Menambahkan
2 ml larutan Na2CO3 0,1% ke dalam tabung reaksi berlabel
5 dan
6. Menambahkan
2 ml amilum dan 1 ml enzim amilase (saliva) pada masing-masing tabung.
7. Mencampurkan
sampai homogen dan menunggu selama 15 menit.
8. Melakukan
uji Iodium (1 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 1, 3, dan 5.
9. Melakukan
uji Benedict (4 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 2, 4, dan 6.
10. Mencatat
perubahan warna yang terjadi pada masing-masing uji.
5.3 Pengaruh
Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
1. Menyediakan
3 tabung reaksi yang bersih, kemudian pada tabung 1, 2, dan 3 berturut-turut
diisi dengan enzim amylase: 0,5 ml; 1,0 ml; dan 1,5 ml.
2. Menambahkan
larutan amilum 2 ml ke dalam tiap tabung.
3. Mencampur
dengan baik, kemudian membiarkan selama 15 menit.
4. Menguji
dengan larutan iodium sebanyak 1 tetes dan pereaksi benedict sebanyak 4 tetes.
5. Mencatat
dan mengemati perubahan yang terjadi.
5.4 Pengaruh
Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
1. Menyediakan
4 tabung reaksi yang bersih, kemudian mengisi berturut-turut dengan larutan
amilum: 1 ml, 2 ml, 4 ml, dan 6 ml.
2. Menambahkan
enzim amilase 1 ml ke dalam tiap tabung.
3. Mencampur
dengan baik, kemudian membiarkan selama 15 menit.
4. Menguji
dengan larutan iodium sebanyak 1 tetes dan pereaksi benedict sebanyak 4 tetes.
5. Mengamati
dan mencatat perubahan yang terjadi.
5.5 Uji
Gmelin
1. Menyediakan
2 tabung reaksi yang bersih, kemudian mengisi tabung pertama dengan 1 ml HNO3
pekat dan tabung kedua dengan 1 ml larutan iodium 0,5%..
2. Melalui
dinding tabung yang dimiringkan, menambahkan secara hati-hati 1 ml larutan
empedu pada tiap tabung, sehingga kedua larutan tidak bercampur.
3. Memperhatikan
terbetuknya warna-warna pada perbatasan antara kedua cairan.
5.7 Uji Pettenkofer
1. Memasukkan
1 ml larutan empedu ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering.
2. Menambahkan
2 tetes larutan sukrosa 5%.
3. Melalui
dinding tabung yang dimiringkan, menambahkan secara hati-hati 10 tetes H2SO4
pekat, sehingga terbentuk dua lapisan cairan.
4. Memperhatikan
terbentuknya cincin warna merah violet pada perbatasan antara kedua lapisan.
VI. Hasil dan Pembahasan
6.1 Hasil
Kegiatan
|
Gambar
|
Keterangan
|
||||||||||||||||||||||||||
1. Pengaruh
Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
|
|
Pada tabung 1 dan 2
diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 0oC. Pada tabung 3 dan 4
diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 25oC. Pada tabung 5 dan 6
diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 100oC.
Tabung 1, 3, dan 5
diuji Iodium. Tabung 2, 4, dan 6 diuji Benedict.
Tabung
1 menghasilkan warna biru tua, tabung 3 menghasilkan warna biru muda, dan
tabung 5 menghasilkan warna biru sangat tua.
Tabung
2 dan 6 menghasilkan warna biru muda. Tabung 4 menghasilkan warna biru
kehijauan.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||
2. Pengaruh
pH Terhadap Aktivitas Enzim
|
|
Pada tabung 1 dan 2
diberi perlakuan ditempatkan pada pH = 1. Pada tabung 3 dan 4 diberi
perlakuan ditempatkan pada pH = 7. Pada tabung 5 dan 6 diberi perlakuan
ditempatkan pada pH = 9.
Tabung
1, 3, dan 5 diuji Iodium. Tabung 2, 4, dan 6 diuji Benedict.
Tabung
1 menghasilkan warna biru tua, tabung 3 menghasilkan warna biru muda, dan
tabung 5 menghasilkan warna bening.
Tabung
2, 4, dan 6 menghasilkan warna biru muda.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||
3.Pengaruh
Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
|
|
Pada uji benedict,
ketiga tabung yang masing-masing berisi amilase 0,5 ml, 1,0 ml, dan 1,5 ml
menghasilkan warna biru muda. Sedangkan pada uji iodium, tabung yang berisi
amilase 0,5 ml dan 1,5 ml menghasilkan warna biru tua dan pada tabung yang
berisi amilase1,0 ml menghasilkan warna coklat pekat.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||
4.Pengaruh
Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
|
|
Pada uji benedict
tabung yang berisi amilum 1 ml dan 2 ml menghasilkan warna biru sedangkan
pada tabung yang berisi amilum , 4 ml, dan 6 ml menghasilkan warna biru
bening. Pada uji iodium, tabung yang berisi amilum 1 ml, 4 ml, dan 6 ml
menghasilkan warna biru pekat, sedangkan pada tabung yang berisi amilum 2 ml
tidak terbentuk warna (bening).
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||
5. Uji
Gmelin
|
|
Pada tabung 1 yang
berisi larutan empedu ditambahkan dengan HNO3 pekat menghasilkan
warna hijau kebiruan, ungu, kuning. Sedangkan pada tabung 2 yang berisi
larutan empedu ditambahkan larutan iodium 0,5% menghasilkan warna hijau tua.
|
||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||
6. Uji
Pettenkofer
|
|
Pada uji pettenkofer,
setelah ditambahkan H2SO4 pekat positif terbentuk
cincin warna merah-violet
|
||||||||||||||||||||||||||
|
6.2 Pembahasan
Berdasarkan
hasil praktikum di atas diperoleh pembahasan bahwa pada percobaan pengaruh suhu terhadap
aktivitas enzim, tabung reaksi yang berisi amilum dan enzim amilase ditempatkan
pada suhu yang berbeda-beda. Dilakukan pula uji Iodium dan uji Benedict
pada tabung reaksi seusai perlakuan. Uji Iodium bertujuan membuktikan adanya polisakarida, dalam hal
ini adalah amilum. Identifikasi ini didasarkan pada pembentukan kompleks
adsorpsi berwarna spesifik oleh polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi
amilum dengan Iodium menghasilkan berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan membuktikan adanya gula reduksi
(monosakarida maupun oligosakarida). Pengujian ini berdasarkan gula
yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O
berwarna merah bata. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau
kekuningan, dan setelah dilakukan pemanasan terbentuk endapan berwarna merah
bata, kepekatan warna sebanding dengan kandungan gula pereduksi yang ada (Yazid,
2006). Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas
enzim diperoleh hasil pengamatan bahwa pada pada tabung reaksi berlabel 1 yang
diberi perlakuan ditempatkan pada suhu es batu (≤0oC) setelah
dilakukan uji Iodium didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru tua dan
diberi notasi +2, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya kandungan polisakarida
yang banyak. Pada tabung reaksi berlabel 2 yang juga diberi perlakuan
ditempatkan pada suhu es batu (≤0oC), setelah dilakukan uji Benedict
didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa
terdapatnya sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada
tabung reaksi berlabel 3 dan 4 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu ruangan
(25-30oC). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel
3, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru dan diberi notasi +1, hal
ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan polisakarida. Pada tabung
reaksi berlabel 4, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna
larutan menjadi biru kehijauan, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya banyak
kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 5
dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu air mendidih (±100oC).
Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 5, didapatkan
perubahan warna larutan menjadi biru sangat tua dan diberi notasi +3, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat kandungan polisakarida yang sangat banyak. Pada
tabung reaksi berlabel 6, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan
warna larutan menjadi biru, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sangat sedikit
kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Sangat
disayangkan bahwa pada uji Benedict yang dilakukan tidak disertai dengan pemanasan
sehingga kandungan monosakarida maupun oligosakarida secara kuantitatif tidak
dapat terlihat dengan jelas. Dari
hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa pada tabung reaksi yang diberi
perlakuan ditempatkan pada suhu es batu (≤0oC),
mengandung banyak polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan enzim dalam keadaan inaktif
sehingga hanya sedikit terjadi ataupun bahkan tidak terjadi reaksi enzimatis
antara enzim amilase dengan amilum. Pada tabung yang
diberi perlakuan ditempatkan pada suhu ruangan (25-30oC), mengandung
sedikit polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan terjadi reaksi hidrolisis amilum
(polisakarida) menjadi oligosakarida maupun monosakarida dengan bantuan enzim
amilase.
Pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu air mendidih
(±100oC) mengandung polisakarida yang sangat banyak dan kandungan
monosakarida maupun oligosakarida yang sangat sedikit. Hal ini disebabkan
karena pada suhu tersebut, struktur protein dalam enzim mengalami denaturasi
dan kehilangan sifat enzimatisnya sehingga reaksi hidrolisis amilum terjadi
sangat sedikit ataupun bahkan tidak terjadi sama sekali. Pengaruh suhu terhadap
aktivitas enzim amilase dapat dituliskan sebagai berikut. Pada suhu rendah (≤0oC)
sifat katalis enzim menjadi inaktif, sedangkan pada suhu tinggi (±100oC)
enzim menjadi terdenaturasi sehingga kehilangan fungsi enzimatisnya. Pada suhu
kamar (25-30oC) terjadi aktivitas enzimatis yang cukup optimal.
Rentang suhu optimum enzim amilase belum bisa ditentukan. Rentang suhu optimal
suatu enzim tidak dapat dilakukan hanya dengan perlakuan pada satu rentang suhu
non-ekstrim saja, melainkan pada berbagai rentang suhu.
Pada
percobaan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, tabung reaksi yang berisi
amilum dan enzim amilase ditempatkan pada pH yang berbeda-beda. Dilakukan
pula uji Iodium dan uji Benedict pada tabung reaksi seusai perlakuan (Yazid,
2006). Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan, pada percobaan pengaruh pH terhadap aktivitas
enzim diperoleh hasil pengamatan bahwa pada pada tabung reaksi berlabel 1 dan 2
yang diberi perlakuan ditempatkan pada pH Larutan HCl 0,4% (pH=1). Setelah
dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 1, didapatkan perubahan warna larutan
menjadi biru tua, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya kandungan polisakarida
(dalam hal ini amilum) yang banyak. Pada tabung reaksi berlabel 2, setelah
dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda,
hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan monosakarida maupun
oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 3 dan 4 diberi perlakuan
ditempatkan pada pH aquades (pH=7). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung
reaksi berlabel 3, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal
ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan polisakarida. Pada tabung
reaksi berlabel 4, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna
larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit
kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 5
dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada pH Larutan Na2CO3
0,1% (pH=9). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 5,
didapatkan perubahan warna larutan menjadi bening, hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat kandungan polisakarida. Pada tabung reaksi berlabel 6, setelah
dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda,
hal ini menunjukkan bahwa terdapat sedikit kandungan monosakarida maupun
oligosakarida. Sangat disayangkan
bahwa pada uji Benedict yang dilakukan tidak disertai dengan pemanasan sehingga
kandungan monosakarida maupun oligosakarida secara kuantitatif tidak dapat
teramati dengan jelas. Berdasarkan
referensi yang didapat, diketahui bahwa rentang pH optimum enzim amilase
(ptialin) menyesuaikan dengan pH rongga mulut yaitu antara 7,5 s.d. 8,0 (Josua,
2010). Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa pada tabung reaksi
yang diberi perlakuan ditempatkan pada pH Larutan HCl 0,4%
(pH=1), mengandung banyak polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun
oligosakarida. Hal ini dikarenakan
enzim dalam kondisi pH yang jauh dari rentang pH optimum dan mengalami
denaturasi yang reverrsible (dapat balik). sehingga hanya sedikit terjadi
ataupun bahkan tidak terjadi reaksi enzimatis antara enzim amilase dengan
amilum. Pada tabung yang diberi perlakuan ditempatkan pada pH
aquades (pH=7), mengandung sedikit polisakarida dan sedikit monosakarida
ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan enzim
dalam kondisi pH yang dekat dari rentang pH optimum sehingga terjadi reaksi
hidrolisis amilum (polisakarida) menjadi oligosakarida maupun monosakarida
dengan bantuan enzim amilase secara cukup optimum.
Pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada Larutan Na2CO3
0,1% (pH=9), tidak mengandung polisakarida sama sekali dan kandungan
monosakarida maupun oligosakarida yang sedikit. Hal ini disebabkan karena
kondisi pH tersebut dekat dengan rentang pH optimum dan reaksi hidrolisis
amilum dengan bantuan enzim amilase terjadi secara cukup optimum. Pengaruh suhu
terhadap aktivitas enzim amilase dapat dituliskan sebagai berikut. Rentang pH
optimum dari enzim amilase (ptialin) menyesuaikan
dengan pH rongga mulut yaitu antara 7,5 s.d. 8,0 (Josua, 2010). Pada rentang pH
optimum tersebut, aktivitas enzimatis terjadi secara optimal. Pada pH
rendah ataupun pH tinggi yang jauh di luar dari rentang pH optimumnya aktivitas
enzimatis berkurang bahkan tidak terjadi karena enzim mengalami denaturasi
reverrsible (dapat balik). Dapat balik di sini dimaksudkan, enzim dapat aktif
kembali apabila enzim memasuki kondisi pH optimum kembali.
Pada uji pengaruh konsentrasi enzim terhadap
aktivitas enzim, digunakan 3 tabung yang berisi amilum dengan konsentrasi yang
sama tetapi konsentrasi enzim amilasenya berbeda. Pada
uji benedict, ketiga tabung yang masing-masing berisi amilum dengan konsentrasi
amilase 0,5 ml, 1,0 ml, dan 1,5 ml menghasilkan warna biru muda. Hal ini
menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja secara optimal dalam
menghodrolisis amilum yang ditandai dengan uji benedict yang negative. Akan
tetapi, seharusnya pada uji benedict harus dilakukan pemasan agar hasil yang
didapatkan lebih jelas. Pada uji iodium, tabung yang berisi amilum dengan
konsentrasi amilase 0,5 ml dan 1,5 ml menghasilkan warna biru tua. Hal ini
menunjukkan bahwa amilum tidak terhidrolisa dengan baik oleh enzim amilase
menjadi monosakarida. Sedangkan pada
tabung yang berisi amilum dengan konsentrasi amilase1,0 ml menghasilkan warna
coklat pekat. Hal ini menunjukkan bahwa enzim bekerja dengan baik dalam
menghidrolisa amilum.
Pada uji pengaruh konsentrasi
substrat terhadap aktivitas enzim menggunakan konsentrasi enzim yang sama
dengan konsentrasi amilum yang berbeda-beda yaitu 1 ml, 2 ml, 4
ml, dan 6 ml. Pada saat di uji dengan iodium, tabung yang menggunakan konsentrasi amilum 2 ml
menghasilkan warna bening. Adanya warna
bening ini menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis oleh enzim amilase. Sedangkan
tabung yang menggunakan konsentrasi
amilum 1 ml, 4 ml, dan 6 ml menghasilkan warna biru pekat. Semakin pekat warna
yang dihasilkan maka masih banyak amilum yang tidak terhidrolisis oleh enzim
amilase. Hal ini tidak sesuai dengan landasan teori bahwa pada konsentrasi
enzim yang tetap, penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan
reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Penambahan
substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah
melampaui titik jenuh enzim (Yazid, 2006) . Pada saat di uji dengan benedict,
tabung yang menggunakan konsentrasi amilum sebanyak 1 ml dan 2 ml menghasilkan
warna biru kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa enzim bekerja dengan baik
karena amilum telah terhidrolisis menjadi monosakarida sehingga bereaksi
positif dengan benedict. Sedangkan pada
tabung yang menggunakan konsentrasi amilum sebanyak 4 ml dan 6 ml menghasilkan
warna biru bening. Hal ini menunjukkan bahwa enzim tidak bekerja dengan baik
karena amilum tidak terhidrolisis oleh enzim amilase sehingga tidak bereaksi
positif dengan benedict. Seharusnya pada
uji benedict dilakukan pemanasan terlebih dahulu agar hasilnya lebih baik.
Pada praktikum uji gmelin yang kami peroleh yaitu pada tabung
yang berisi HNO3 yang telah ditetesi dengan 1 ml empedu pekat secara
hati –hati sehingga kedua larutan tidak bercampur menghasilkan warna dari bawah
ke atas bening, orange, hijau kebiruan, ungu dan kuning,.Sedangkan pada tabung
yang telah berisi iodium yang telah ditetesi dengan 1 ml empedu pekat
menghasilkan warna hijau tua, hal ini menandakan adanya pigmen - pigmen warna
empedu pada kedua tabung tersebut.
Pada praktikum uji pettenkofer kami memasukkan 1 ml larutan
empedu pekat, 2 tetes larutan sukrosa 5%, dan menuangkan 10 tetes H2SO4
pekat secara perlahan-lahan, dari hasil praktium tersebut diperoleh hasil yaitu
bening, merah- violet, keemasan, dan coklat. pada batas antara kedua larutan
terbentuk pembatas cincin berwarna merah-violet. (Tutinaningsih, 2010)
VII.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa
pada uji pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim menunjukkan suhu berpengaruh
terhadap aktivitas enzim. Pada suhu rendah (≤0oC) sifat katalis
enzim menjadi inaktif, sedangkan pada suhu tinggi (±100oC) enzim
menjadi terdenaturasi sehingga kehilangan fungsi enzimatisnya. Pada suhu kamar (25-30oC)
terjadi aktivitas enzimatis yang cukup optimal. Setiap enzim masing-masing
memiliki rentang suhu optimum yang berbeda-beda, umumnya berkisar pada rentang
suhu 20-40oC.
Pada uji pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, pH
berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Setiap enzim masing-masing memiliki
rentang pH optimum yang berbeda-beda, sesuai dengan pH lingkungan tempat enzim
bekerja. Pada pH rendah ataupun pH tinggi yang jauh di luar dari rentang pH
optimumnya aktivitas enzimatis berkurang bahkan tidak terjadi karena enzim
mengalami denaturasi reverrsible (dapat balik).
Pada uji pengaruh konsentrasi enzim terhadap
aktivitas enzim, aktivitas enzim paling baik ditunjukkan pada konsentrasi
amilum 2ml dengan konsentrasi enzim amilase 1,0 ml. Pada uji pengaruh
konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim, aktivitas enzim yang paling baik
ditunjukkan pada konsentrasi amilum 2ml dengan konsentrasi enzim amilase 1 ml.
Pada uji gmelin diketahui empedu mengandung bermacam – macam pigmen. Pigmen
empedu yang utama adalah biliverdin yang berwarna hijau dan bilirudin yang
berwarna jingga atau kuning coklat. Oksidasi pigmen –pigmen empedu oleh
oksidator kuat seperti HNO3 akan menghasilkan turunan senyawa yang berwarna.
Misalnya: Mesobiliverdin (biru-hijau), Mesobilirubin (kuning), Mesobilisianin
(biru – ungu/violet). Pada uji pattenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4
akan terbentuk gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa
hidriksimetilfurfural yang dengan adanya cairan empedu akan terbentuk suatu
cincin merah –violet.
.
VIII. Daftar Pustaka
Josua.
2010. Enzim. Blog. Dalam
https://josuasilitonga.wordpress.com/2010/10/07/enzim/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3158864390. Diakses pada tanggal
28 Oktober 2014.
Lehninger.
1982. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan
Maggy Thenawidjaja. Principles of
Biochemistry. Jakarta:
Erlangga.
Tutinaningsih, 2010. Biokimia Urine. Dalam
http://treesnasmart.blogspot.com/2009/05/Biokimia-urine.html.
Diakses pada tanggal 28 oktober 2014.
Yazid,Estien.
2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta:
ANDI
IX. Pertanyaan
Kegiatan 1 : Uji
Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim
1. Jelaskan
kegunaan uji Iodium dan Benedict dalam percobaan!
Jawaban
:
Uji Iodium bertujuan membuktikan adanya polisakarida, dalam hal ini
adalah amilum. Identifikasi ini didasarkan pada pembentukan kompleks adsorpsi
berwarna spesifik oleh polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi amilum
dengan Iodium menghasilkan berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan membuktikan adanya gula reduksi
(monosakarida maupun oligosakarida). Pengujian ini berdasarkan gula
yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O
berwarna merah bata. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau
kekuningan, dan setelah dilakukan pemanasan terbentuk endapan berwarna merah
bata, kepekatan warna sebanding dengan kandungan gula pereduksi yang ada. Hasil dari uji Iodium dan benedict dijadikan sebuah indikator
dalam menunjukkan apakah terjadi aktivitas enzim amilase yang menghidrolisis
amilum (polisakarida) menjadi monosakarida maupun oligosakarida pada rentang
suhu tertentu.
2. Pada
percobaan, apakah suhu mempengaruhi aktivitas enzim? Mengapa?
Jawaban:
Iya, suhu
mempengaruhi aktivitas kerja enzim karena tiap kenaikan suhu 10º C, kecepatan reaksi enzimatis
menjadi 1,1 s.d. 3,0 kali lipat lebih cepat (Yazid, 2006). Hal ini berlaku dalam batas suhu
yang wajar. Kenaikan suhu berhubungan dengan meningkatnya
energi kinetik pada molekul substrat dan enzim. Pada suhu yang
lebih tinggi, kecepatan molekul substrat meningkat. Sehingga,
pada saat bertubrukan dengan enzim, energi
molekul substrat berkurang. Hal ini memudahkan molekul substrat
terikat pada sisi aktif enzim. Peningkatan suhu yang ekstrim
dapat menyebabkan atom-atom penyusun enzim bergetar sehingga ikatan
hidrogen terputus dan enzim terdenaturasi. Denaturasi adalah rusaknya
bentuk tiga dimensi enzim dan menyebabkan enzim terlepas dari substratnya.
Hal ini, menyebabkan aktivitas enzim menurun, denaturasi bersifat
irreversible (tidak dapat balik). Setiap enzim mempunyai suhu optimum,
sebagian besar enzim hewan mamalia dan manusia mempunyai suhu optimum 37º
C. Sebagian besar enzim tumbuhan mempunyai suhu optimum 25º C.
3. Pada
suhu berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal? Mengapa?
Jawaban:
Rentang suhu optimum
enzim amilase belum bisa ditentukan. Rentang suhu optimal suatu enzim tidak
dapat dilakukan hanya dengan perlakuan pada satu rentang suhu non-ekstrim saja,
melainkan pada berbagai rentang suhu. Namun, pada suhu kamar (25-30oC)
terjadi aktivitas enzimatis yang cukup optimal.
4. Sebutkan
tiga enzim lain yang dapat menghidrolisis karbohidrat, masing-masing dengan
sumbernya!
Jawaban:
Enzim yang
menghidrolisis karbohidrat diantaranya sebagai berikut. Enzim amilase salah
satunya diproduksi pada kelenjar saliva dan terdapat pada air liur. Enzim
glukoamilase diproduksi oleh Aspergillus
dan Rhizopus. Enzim laktase yang berfungsi untuk mengubah laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa diproduksi pada
tanaman yaitu peach dan apel, sedangkan pada hewan vertebrata yaitu bagian
jejunum. Enzim
selulose berfungsi untuk menguraikan selulosa menjadi selabiosa atau disakarida
dapat ditemukan pada saluran pencernaan hewan-hewan herbivora, dihasilkan oleh
bakteri simbiotik.
Kegiatan 2: Uji Pengaruh
pH terhadap Aktivitas Enzim
1.
Pada
percobaan, apakah pH mempengaruhi aktivitas enzim? Mengapa?
Jawaban:
Ya,
pH sangat mempengaruhi aktivitas kerja enzim. Setiap enzim
masing-masing memiliki rentang pH optimum yang berbeda-beda, sesuai dengan pH lingkungan
tempat enzim bekerja.
Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang
berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas
maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya
pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah,
seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2 menyesuaikan dengan pH lingkungan
lambung. Pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi yang
bersifat reverrsible (dapat balik).
2.
Pada
pH berapa diperoleh aktivitas enzim amilase yang optimal? Mengapa?
Jawaban
:
Berdasarkan
referensi yang didapat diketahui bahwa rentang pH optimum enzim amilase
(ptialin) menyesuaikan dengan pH rongga mulut yaitu antara 7,5 s.d. 8,0 (Josua,
2010). Berdasarkan hasil pengamatan
didapat rentang pH optimum enzim amilase (ptialin) antara pH 7 s.d 9. Hal
tersebut dapat dilihat dari indikator perubahan warna yang terbentuk setelah
diuji Iodium dan Benedict.
Kegiatan 3: Uji
Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
1. Pada
konsentrasi (volume) enzim berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal?
Mengapa?
Jawaban:
Aktivitas enzim amilase optimal pada konsentrasi
enzim1,0 ml. Karena pada konsentrasi ini, setelah di uji dengan iodium menghasilkan
warna coklat pekat. Akan tetapi pada uji benedictnya enzim tidak dapat bekerja
secara optimal karena amilum tidak terhidrolisis oleh enzim.
Kegiatan 4: Uji
Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
1. Pada
konsentrasi substrat berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal? Mengapa?
Jawaban:
Aktifitas enzim amilase optimal pada konsentrasi
(volume) substrat 2 ml. Karena pada konsentrasi ini, setelah diuji dengan
iodium menghasilkan warna bening dan setelah di uji dengan benedict menghasilkan
warna biru kehijauan.
Kegiatan
5: Uji Gmelin
1. Apakah
kegunaan larutan iodium dalam percobaan? Jelaskan!
Jawaban:
Kegunaan larutan iodium dalam
percobaan diatas adalah untuk pengoksidasian zat warna dalam empedu.
Kegiatan
6: Uji Pettenkofer
1. Apakah
kegunaan sukrosa dalam percobaan?
Jawaban:
Kegunaan sukrosa dalam percobaan
diatas adalah berfungsi sebagai pengoksidasi zat warna empedu.
2. Sebutkan
masing-masing dua fungsi dari asam empedu dan garam empedu?
Jawaban:
Fungsi garam empedu:
a. Berperan
dalam emulsi lemak ,
b. Berperan
dalam mengeluarkan beberapa produk buangan dari darah antara lain bilirubin,
suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin dan kelebihan kolestrolyang
dibentuk oleh sel –sel hati.
Fungsi
asam empedu :
a. Asam
empedu membantu megemulsi partikel- partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil.
b. Asam
empedu membantu transport dan absorbs produk akhir lemak yang dicerna menembus
membrane sel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar