Minggu, 02 November 2014

laporan praktikum biokimia enzim



I.       Judul : Uji Enzim

II.    Tujuan :
Kegiatan 1 : untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim.
Kegiatan 2 : untuk membuktikan bahwa derajat keasaman (pH) mempengaruhi aktivitas
enzim.
Kegiatan 3 : untuk mengetahui pengaruh konsentrasi enzim terhadap perombakan suatu
substrat (amilum).
Kegiatan 4 : untuk mengetahui pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim.
Kegiatan 5 : untuk membuktikan adanya pigmen-pigmen dalam empedu.
Kegiatan 6 : untuk membuktikan adanya asam empedu dalam larutan empedu.

III. Landasan Teori
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup. Sekarang, kira-kira lebih dari 2.000 enzim telah teridentifikasi, yang masing-masing berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam system hidup. Sintesis enzim terjadi didalam sel dan sebagian nesar enzim dapat diperoleh dari ekstraksi dari jaringan tanpa merusak fungsinya.
Sebagai katalisator, enzim berbeda dengan katalisator anorganik dan organic sederhana yang umumnya dapat mengkatalisis berbagai reaksi kimia. Enzim memepunyai spesifitas yang sangat tinggi, baik terhadap reaktan (substrat) maupun jenis reaksi yang dikatalisiskan. Pada umumnya, suatu enzim hanya mengkatalisis satu jenis reaksi dan bekerja pada suatu substrat tertentu. Kemudian, enzim dapat meningkatkan laju reaksi yang luar biasa tanpa pembentukan produk samping dan molekul berfungsi dalam larutan encer pada keadaan biasa (fisiologis) tekanan, suhu, dan pH normal. Hanya sedikit katalisator nonbiologi yang dilengkapi sifat-sifat demikian.
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolism sel. Enzim bekerja dengan urutan-urutan yang teratur dan mengkatalisis ratusan reaksi dari reaksi yang sangat sederhan seperti replikasi kromosom sampai ke reaksi yang sangat rumit, misalnya yang menguraikan molekul nutrient, menyimpan dan mengubah energy kimiawi. Masing-masing reaksi dikatalisis oleh sejenis enzim tertentu. Diantara sejumlah enzim tesebut, ada sekelompok enzim yang disebut enzim pengatur. Enzim dapat mengenali berbagai isyarat metabolis yang diterima. Melalui aktivitasnya, enzim pengatur mengkoordinasikan system enzim dengan baik, sehingga menghasilkan hubungan harmonis diantara sejumlah aktivitas metabolis yang berbeda. Pada keadaan abnormal atau aktivitas berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan penyakit.
Semua enzim pada hakikatnya adalah protein. Beberapa diantaranya mempunyai struktur agak sederhana sedangkan sebagian besar lainnya memiliki struktur rumit. Naun, kebanyakan enzim baru berfungsi sebagai katalis apabila disertai zat lain yang bukan protein, yang disebut kofaktor. Suatu kofaktor dapat berupa ion logam sederhana seperti Fe2+ atau Cu2-, tetapi dapat pula berupa molekul organic kompleks yang disebut koenzim. Bagian protein dari enzim disebut apoenzim. Kemudian gabungan apoenzim dan kofaktornya sehingga enzim menjad aktif disebut holoenzim.
Berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis, enzim dapat dibagi menjadi enam golongan utama yaitu:
1.      Oksidoreduktase: kelompok enzim yang mengerjakan reaksi oksidasi dan reduksi.
2.      Transferase: kelompok enzim yang berperan dalam reaksi pemindahan suatu gugus dari suatu senyawa kepada senyawa lain.
3.      Hidrolase: kelompok enzim yang berperan dalam reaksi hidrolisis.
4.      Liase: kelompok enzim yang mengkatalisis reaksi adisi atau pemecahan ikatan rangkap.
5.      Isomerase: kelompok enzim yang mengkatalisis perubahan konformasi molekul (isomerisasi).
6.      Ligase (sintetase): kelompok enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan kovalen.
Banyak factor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Beberapa diantaranya yang paling penting adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat.
a.       Pengaruh suhu
Setiap enzim mempunyai suhu optimum, yaitu suhu dimana enzim memiliki aktivitas maksimal. Enzim didalam tubuh manusia mempunyai suhu optimal sekitar 37ºC. di bawah atau di atas suhu optimum, aktivitas enzim menurun. Suhu mendekati titik beku tidak merusak enzim, tetapi enzim tidak aktif. Jika suhu dinaikkan, maka aktivitas enzim meningkat. Namun, kenaikan enzim yang cukup besar dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi dan mematikan aktivitas katalisnya. Sebaian enzim mengalami denaturasi pada suhu di atas 60ºC.
b.      Pengaruh pH
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada pH sekitar 6-8. Setiap enzim mempuntai pH optimum yang khas. pH optimum enzim umumnya adalah sekitar pH jaringan di mana enzim berada. Beberapa enzim ada yang aktivitasnya pada pH tinggi dan ada pula yang pada pH rendah. Misalnya, pepsin merupakan enzim pencernaan yang terdapat dalam usus halus dan memiliki pH 7,7. Pada pH jauh diatas pH optimum, enzim akan mengalami denaturasi.
c.       Pengaruh konsentrasi enzim
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis (V) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (E) sampai batas tertentu, sehingga reaksi mengalami kesetimbangan. Pada saat setimbang, peningkatan knsentrasi enzim sudah tidak berpengaruh.
d.      Pengaruh konsentrasi substrat



Pada konsentrasi enzim yang tetap, peningkatan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Pada titik maksimum semua enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga penambahan substrat sudah tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.
Gambar 1. Kurva pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim
Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain residu asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ atau mungkin juga suatu molekul anorganik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim akan terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1982).
Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat terhenti secara reversible. Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif. Pada suhu di mana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 10oC menyebabkan kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu terus ditingkatkan, maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 30oC s.d. 40oC dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan di atas suhu 60oC (Yazid, 2006). Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2. Pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini baik enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik yang mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan dengan substrat.  Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH lingkungannya. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH optimum, umumnya antara pH 6 s.d. 8,0. Jika pH lebih rendah atau lebih tinggi daripada pH optimum, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi sehingga menurunkan aktivitasnya.
Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis substrat yang dikatalisis. Misalnya, amilum terhidrolisisi menjadi maltosa atau glukosa. Hasil hidrolisis dapat dibuktikan dengan uji Benedict. Bila positif, berarti amilum terhidrolisis, sehingga dapat diasumsikan enzim memiliki aktivitas tinggi. Sebaliknya, bila hasilnya negatif, berarti amilum tidak terhidrolisis karena enzim tidak aktif atau mengalami penurunan aktivitas (Yazid, 2006).
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim ecara singkat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, semakin besar volume atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalis. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang terjadi melalui uji iodium atau adanya endapan yang terbentuk melalui uji benedict.
Pada konsentrasi enzim yang tetap penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tepat. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui titik jenuh.
Empedu mengandung bermacam-macam pigmen. Pigmen empedu yang utama adalah biliverdin yang berwarna hijau dan bilirubin yang berwarna jingga atau kuning coklat. Oksidasi pigmen-pigmen empedu oleh oksidator kuat seperti HNO3 akan menghasilkan turunan senyawa yang berwarna. Misalnya:
Messobiliverdin           : hijau-biru
Mesobirubin                : kuning
Mesobilisianin             : biru-ungu atau violet
Di dalam empedu, asam-asam empedu, seperti asam kholat dan asam kenodeokikolat terutama sebagai garamnya, merupakan turunan senyawa aromatic kompleks. Asam empedu dengan furfural (dihasilkan dari dehidrasi karbohidrat oleh H2SO4 pekat) akan berkondensasi membentuk senyawa berwarna (Yazid, 2006).

IV. Alat dan Bahan
4.1 Kegiatan 1: Pengaruh Suhu Terhadap               4.2 Kegiatan 2 :Pengaruh pH Terhadap
Aktivitas Enzim                                                       Aktivitas Enzim
4.1.1        Alat :                                                            4.2.1 Alat :
1.      Alat pemanas                                                     1.   Tabung reaksi
2.      Tabung reaksi                                                     2.   Pipet ukur
3.      Gelas kimia                                                        3.   Alat pemanas       
4.      Pipet ukur                                                          
4.1.2        Bahan:                                                          4.2.2 Bahan :
1.      Larutan amilum 2%                                            1.   Larutan amilum 2%
2.      Enzim amylase (saliva)                                       2.   Enzim amilase
3.      Larutan iodium                                                  3.   Larutan HCl 0,4%, pH=1
4.      Larutan benedict                                                4.   Aquades, pH=7
5.      Larutan Na2CO3 1%,
pH=9
                                                                           6.   Larutan iodium
                                                                                                         7.   Pereaksi benedict

4.3 Kegiatan 3 : Pengaruh Konsentrasi Enzim        4.4 Kegiatan 4 : Pengaruh Konsentrasi
Terhadap Aktivitas Enzim                    Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
4.3.1        Alat :                                                            4.4.1 Alat :
1.      Alat pemanas                                                     1.   Tabung reaksi
2.      Tabung reaksi                                                     2.   Pipet ukur
3.      Pipet ukur                                                          
4.      Gelas beker
5.      Pipet tetes                                                                     
4.3.2        Bahan :                                                         4.4.2 Bahan :
1.      Larutan amilum 2%                                            1.   Larutan amilum 2%
2.      Enzim amilase                                                    2.   Enzim amilase
3.      Larutan iodium                                                  3.   Larutan iodium
4.      Pereaksi benedict                                               4.   Pereaksi benedict

4.5 Kegiatan 5 : Uji Gmelin                                     4.6 Kegiatan 6 : Uji Pettenkofer
4.5.1        Alat :                                                            4.6.1 Alat :
1.      Tabung reaksi                                                     1.   Tabung reaksi
2.      Pipet tetes                                                          2.   Pipet tetes
3.      Gelas beker                                                        3.   Gelas beker
4.5.2  Bahan :                                                            4.6.2 Bahan :
1.      Larutan empedu pekat (1:10)                             1.   Larutan empedu pekat
(1:10)
2.      Larutan HNO3 pekat                                          2.   Larutan sukrosa 5%
3.      Larutan iodium                                                  3.   Larutan H2SO4 pekat


V.    Langkah Kerja
5.1  Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Menyediakan 6 tabung reaksi yang bersih dan kering.
2.      Menambahkan 1 ml enzim amilase (saliva) pada setiap tabung dan memberi label setiap tabung reaksi..
3.      Memasukkan tabung reaksi berlabel 1 dan 2 ke dalam gelas kimia yang berisi es batu.
4.      Menyimpan tabung reaksi berlabel 3 dan 4 pada suhu kamar.
5.      Memasukkan tabung reaksi berlabel 5 dan 6 ke dalam gelas kimia yang berisi air mendidih.
6.      Membiarkan masing-masing tabung pada tempatnya selama 5 menit.
7.      Menambahkan 2 ml amilum pada masing-masing tabung dan menunggu selama 15 menit.
8.      Melakukan uji Iodium (1 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 1, 3, dan 5.
9.      Melakukan uji Benedict (4 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 2, 4, dan 6.
10.  Mencatat perubahan warna yang terjadi pada masing-masing uji.

5.2 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Menyediakan 6 tabung reaksi yang bersih.
2.      Memberi label setiap tabung reaksi.
3.      Menambahkan 2 ml larutan HCl 0,4% ke dalam tabung reaksi berlabel 1 dan 2.
4.      Menambahkan 2 ml aquades  ke dalam tabung reaksi berlabel 3 dan 4.
5.      Menambahkan 2 ml larutan Na2CO3 0,1% ke dalam tabung reaksi berlabel 5 dan
6.      Menambahkan 2 ml amilum dan 1 ml enzim amilase (saliva) pada masing-masing tabung.
7.      Mencampurkan sampai homogen dan menunggu selama 15 menit.
8.      Melakukan uji Iodium (1 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 1, 3, dan 5.
9.      Melakukan uji Benedict (4 tetes reagent) pada tabung reaksi berlabel 2, 4, dan 6.
10.  Mencatat perubahan warna yang terjadi pada masing-masing uji.
  
5.3 Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Menyediakan 3 tabung reaksi yang bersih, kemudian pada tabung 1, 2, dan 3 berturut-turut diisi dengan enzim amylase: 0,5 ml; 1,0 ml; dan 1,5 ml.
2.      Menambahkan larutan amilum 2 ml ke dalam tiap tabung.
3.      Mencampur dengan baik, kemudian membiarkan selama 15 menit.
4.      Menguji dengan larutan iodium sebanyak 1 tetes dan pereaksi benedict sebanyak 4 tetes.
5.      Mencatat dan mengemati perubahan yang terjadi.

5.4 Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Menyediakan 4 tabung reaksi yang bersih, kemudian mengisi berturut-turut dengan larutan amilum: 1 ml, 2 ml, 4 ml, dan 6 ml.
2.      Menambahkan enzim amilase 1 ml ke dalam tiap tabung.
3.      Mencampur dengan baik, kemudian membiarkan selama 15 menit.
4.      Menguji dengan larutan iodium sebanyak 1 tetes dan pereaksi benedict sebanyak 4 tetes.
5.      Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi.

5.5  Uji Gmelin
1.      Menyediakan 2 tabung reaksi yang bersih, kemudian mengisi tabung pertama dengan 1 ml HNO3 pekat dan tabung kedua dengan 1 ml larutan iodium 0,5%..
2.      Melalui dinding tabung yang dimiringkan, menambahkan secara hati-hati 1 ml larutan empedu pada tiap tabung, sehingga kedua larutan tidak bercampur.
3.      Memperhatikan terbetuknya warna-warna pada perbatasan antara kedua cairan.

5.7 Uji Pettenkofer
1.      Memasukkan 1 ml larutan empedu ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering.
2.      Menambahkan 2 tetes larutan sukrosa 5%.
3.      Melalui dinding tabung yang dimiringkan, menambahkan secara hati-hati 10 tetes H2SO4 pekat, sehingga terbentuk dua lapisan cairan.
4.      Memperhatikan terbentuknya cincin warna merah violet pada perbatasan antara kedua lapisan.


VI.       Hasil dan Pembahasan
6.1  Hasil
Kegiatan
Gambar
Keterangan
1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim



















Gb. Setelah ditetesi Iodium
 
 
IMG20141022123111.jpg

IMG20141022123140.jpg


Gb. Setelah ditetesi Benedict
 
 


Pada tabung 1 dan 2 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 0oC. Pada tabung 3 dan 4 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 25oC. Pada tabung 5 dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu 100oC.
Tabung 1, 3, dan 5 diuji Iodium. Tabung 2, 4, dan 6 diuji Benedict.
Tabung 1 menghasilkan warna biru tua, tabung 3 menghasilkan warna biru muda, dan tabung 5 menghasilkan warna biru sangat tua.
Tabung 2 dan 6 menghasilkan warna biru muda. Tabung 4 menghasilkan warna biru kehijauan.

Nomor Tabung
Suhu (oC)
Perubahan Warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1 dan 2
0
Biru tua (+2)
Biru muda
3 dan 4
25 - 30
Biru muda (+1)
Biru mendekati hijau
5 dan 6
100
Biru sangat tua (+3)
Biru
2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Gb. Setelah ditetesi Iodium
 
.facebook_1414425879185.jpg

Gb. Setelah ditetesi Benedict
 
.facebook_1414425879185.jpg

Pada tabung 1 dan 2 diberi perlakuan ditempatkan pada pH = 1. Pada tabung 3 dan 4 diberi perlakuan ditempatkan pada pH = 7. Pada tabung 5 dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada pH = 9.
Tabung 1, 3, dan 5 diuji Iodium. Tabung 2, 4, dan 6 diuji Benedict.
Tabung 1 menghasilkan warna biru tua, tabung 3 menghasilkan warna biru muda, dan tabung 5 menghasilkan warna bening.
Tabung 2, 4, dan 6 menghasilkan warna biru muda.

Nomor Tabung
pH
Perubahan Warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1 dan 4
1,0
Biru tua
Biru muda
2 dan 5
7,0
Biru muda
Biru muda
3 dan 6
9,0
Bening
Biru muda
3.Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
kelompok 3, sebelum ditetesi.jpg
Gb. Sebelum ditetesi iodium dan benedict
 
 
kelompok 3 setelah ditetesi.jpg








Uji benedict
 

Uji iodium
 


Gb. Setelah ditetesi iodium dan benedict
 
 



Pada uji benedict, ketiga tabung yang masing-masing berisi amilase 0,5 ml, 1,0 ml, dan 1,5 ml menghasilkan warna biru muda. Sedangkan pada uji iodium, tabung yang berisi amilase 0,5 ml dan 1,5 ml menghasilkan warna biru tua dan pada tabung yang berisi amilase1,0 ml menghasilkan warna coklat pekat.
No.
Konsentrasi Substrat
Konsentrasi Enzim
Perubahan warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1
Amilum 2 ml
Amilase 0,5 ml
Biru tua
Biru muda
2
Amilum 2 ml
Amilase 1,0 ml
Coklat pekat
Biru muda
3
Amilum 2 ml
Amilase 1,5 ml
Biru tua
Biru muda


4.Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
Gb. Setelah diuji dengan iodium
 
kelompok 4 warna biru pekat tu pkek iod yg biru bening pakek benedict.jpg




Gb. Setelah diuji dengan benedict
 
kelompok 4 sebelum ditetesi.jpg




Pada uji benedict tabung yang berisi amilum 1 ml dan 2 ml menghasilkan warna biru sedangkan pada tabung yang berisi amilum , 4 ml, dan 6 ml menghasilkan warna biru bening. Pada uji iodium, tabung yang berisi amilum 1 ml, 4 ml, dan 6 ml menghasilkan warna biru pekat, sedangkan pada tabung yang berisi amilum 2 ml tidak terbentuk warna (bening).

No.
Konsentrasi Substrat
Konsentrasi Enzim
Perubahan warna
Uji Iodium
Uji Benedict
1
Amilum 1 ml
Amilase 1 ml
Biru pekat
Biru kehijauan
2
Amilum 2 ml
Amilase 1 ml
Bening
Biru kehijauan
3
Amilum 4 ml
Amilase 1 ml
Biru pekat
Biru bening
4
Amilum 6 ml
Amilase 1 ml
Biru pekat
Biru bening
5. Uji Gmelin














Gb. Sebelum ditambahkan empedu
 



Gb. Setelah ditambahkan empedu
 
 










kelompok 5 setelah ditetesi.jpg
kelompok 5 sebelum ditetesi.jpg
Pada tabung 1 yang berisi larutan empedu ditambahkan dengan HNO3 pekat menghasilkan warna hijau kebiruan, ungu, kuning. Sedangkan pada tabung 2 yang berisi larutan empedu ditambahkan larutan iodium 0,5% menghasilkan warna hijau tua.

Bahan
Tabung 1
Tabung 2
Larutan empedu
1 ml
1 ml
Larutan HNO3 pekat
1 ml
-
Larutan  iodium 0,5%
-
1 ml
Hasil: perhatikan warna yang terbentuk antara kedua lapisan
Hijau kebiruan, ungu, kuning.
Hijau tua


6. Uji Pettenkofer









Gb. Sebelum ditetesi sukrosa
 
kelompok 6, empedu sebelum ditetesi apapun.jpg
kelompok 6 setelah ditetesi sukrosa.jpg









Gb. Setelah ditetesi sukrosa
 
 



kelompok 6 setelah ditetesi H2SO4.jpg




Gb. Setelah ditetesi sukrosa dan H2SO4
 
Pada uji pettenkofer, setelah ditambahkan H2SO4 pekat positif terbentuk cincin warna merah-violet

Bahan
Tabung 1
Larutan empedu
1 ml
Larutan sukrosa 5%
2 tetes
Larutan H2SO4 pekat
10 tetes
Hasil: cincin warna merah-violet (+/-)
+

6.2  Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum di atas diperoleh pembahasan bahwa  pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, tabung reaksi yang berisi amilum dan enzim amilase ditempatkan pada suhu yang berbeda-beda. Dilakukan pula uji Iodium dan uji Benedict pada tabung reaksi seusai perlakuan. Uji Iodium bertujuan membuktikan adanya polisakarida, dalam hal ini adalah amilum. Identifikasi ini didasarkan pada pembentukan kompleks adsorpsi berwarna spesifik oleh polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi amilum dengan Iodium menghasilkan berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan membuktikan adanya gula reduksi (monosakarida maupun oligosakarida). Pengujian ini berdasarkan  gula yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau kekuningan, dan setelah dilakukan pemanasan terbentuk endapan berwarna merah bata, kepekatan warna sebanding dengan kandungan gula pereduksi yang ada (Yazid, 2006). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim diperoleh hasil pengamatan bahwa pada pada tabung reaksi berlabel 1 yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu es batu (≤0oC) setelah dilakukan uji Iodium didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru tua dan diberi notasi +2, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya kandungan polisakarida yang banyak. Pada tabung reaksi berlabel 2 yang juga diberi perlakuan ditempatkan pada suhu es batu (≤0oC), setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 3 dan 4 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu ruangan (25-30oC). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 3, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru dan diberi notasi +1, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan polisakarida. Pada tabung reaksi berlabel 4, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru kehijauan, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya banyak kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 5 dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada suhu air mendidih (±100oC). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 5, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru sangat tua dan diberi notasi +3, hal ini menunjukkan bahwa terdapat kandungan polisakarida yang sangat banyak. Pada tabung reaksi berlabel 6, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sangat sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Sangat disayangkan bahwa pada uji Benedict yang dilakukan tidak disertai dengan pemanasan sehingga kandungan monosakarida maupun oligosakarida secara kuantitatif tidak dapat terlihat dengan jelas. Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu es batu (≤0oC), mengandung banyak polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan enzim dalam keadaan inaktif sehingga hanya sedikit terjadi ataupun bahkan tidak terjadi reaksi enzimatis antara enzim amilase dengan amilum. Pada tabung yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu ruangan (25-30oC), mengandung sedikit polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan terjadi reaksi hidrolisis amilum (polisakarida) menjadi oligosakarida maupun monosakarida dengan bantuan enzim amilase. Pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada suhu air mendidih (±100oC) mengandung polisakarida yang sangat banyak dan kandungan monosakarida maupun oligosakarida yang sangat sedikit. Hal ini disebabkan karena pada suhu tersebut, struktur protein dalam enzim mengalami denaturasi dan kehilangan sifat enzimatisnya sehingga reaksi hidrolisis amilum terjadi sangat sedikit ataupun bahkan tidak terjadi sama sekali. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase dapat dituliskan sebagai berikut. Pada suhu rendah (≤0oC) sifat katalis enzim menjadi inaktif, sedangkan pada suhu tinggi (±100oC) enzim menjadi terdenaturasi sehingga kehilangan fungsi enzimatisnya. Pada suhu kamar (25-30oC) terjadi aktivitas enzimatis yang cukup optimal. Rentang suhu optimum enzim amilase belum bisa ditentukan. Rentang suhu optimal suatu enzim tidak dapat dilakukan hanya dengan perlakuan pada satu rentang suhu non-ekstrim saja, melainkan pada berbagai rentang suhu.
Pada percobaan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, tabung reaksi yang berisi amilum dan enzim amilase ditempatkan pada pH yang berbeda-beda. Dilakukan pula uji Iodium dan uji Benedict pada tabung reaksi seusai perlakuan (Yazid, 2006). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, pada percobaan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diperoleh hasil pengamatan bahwa pada pada tabung reaksi berlabel 1 dan 2 yang diberi perlakuan ditempatkan pada pH Larutan HCl 0,4% (pH=1). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 1, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru tua, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya kandungan polisakarida (dalam hal ini amilum) yang banyak. Pada tabung reaksi berlabel 2, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 3 dan 4 diberi perlakuan ditempatkan pada pH aquades (pH=7). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 3, didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan polisakarida. Pada tabung reaksi berlabel 4, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Pada pada tabung reaksi berlabel 5 dan 6 diberi perlakuan ditempatkan pada pH Larutan Na2CO3 0,1% (pH=9). Setelah dilakukan uji Iodium pada tabung reaksi berlabel 5, didapatkan perubahan warna larutan menjadi bening, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat kandungan polisakarida. Pada tabung reaksi berlabel 6, setelah dilakukan uji Benedict didapatkan perubahan warna larutan menjadi biru muda, hal ini menunjukkan bahwa terdapat sedikit kandungan monosakarida maupun oligosakarida. Sangat disayangkan bahwa pada uji Benedict yang dilakukan tidak disertai dengan pemanasan sehingga kandungan monosakarida maupun oligosakarida secara kuantitatif tidak dapat teramati dengan jelas. Berdasarkan referensi yang didapat, diketahui bahwa rentang pH optimum enzim amilase (ptialin) menyesuaikan dengan pH rongga mulut yaitu antara 7,5 s.d. 8,0 (Josua, 2010). Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada pH Larutan HCl 0,4% (pH=1), mengandung banyak polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan enzim dalam kondisi pH yang jauh dari rentang pH optimum dan mengalami denaturasi yang reverrsible (dapat balik). sehingga hanya sedikit terjadi ataupun bahkan tidak terjadi reaksi enzimatis antara enzim amilase dengan amilum. Pada tabung yang diberi perlakuan ditempatkan pada pH aquades (pH=7), mengandung sedikit polisakarida dan sedikit monosakarida ataupun oligosakarida. Hal ini dikarenakan enzim dalam kondisi pH yang dekat dari rentang pH optimum sehingga terjadi reaksi hidrolisis amilum (polisakarida) menjadi oligosakarida maupun monosakarida dengan bantuan enzim amilase secara cukup optimum. Pada tabung reaksi yang diberi perlakuan ditempatkan pada Larutan Na2CO3 0,1% (pH=9), tidak mengandung polisakarida sama sekali dan kandungan monosakarida maupun oligosakarida yang sedikit. Hal ini disebabkan karena kondisi pH tersebut dekat dengan rentang pH optimum dan reaksi hidrolisis amilum dengan bantuan enzim amilase terjadi secara cukup optimum. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase dapat dituliskan sebagai berikut. Rentang pH optimum dari enzim amilase (ptialin) menyesuaikan dengan pH rongga mulut yaitu antara 7,5 s.d. 8,0 (Josua, 2010). Pada rentang pH optimum tersebut, aktivitas enzimatis terjadi secara optimal. Pada pH rendah ataupun pH tinggi yang jauh di luar dari rentang pH optimumnya aktivitas enzimatis berkurang bahkan tidak terjadi karena enzim mengalami denaturasi reverrsible (dapat balik). Dapat balik di sini dimaksudkan, enzim dapat aktif kembali apabila enzim memasuki kondisi pH optimum kembali.

Pada uji pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim, digunakan 3 tabung yang berisi amilum dengan konsentrasi yang sama tetapi konsentrasi enzim amilasenya berbeda. Pada uji benedict, ketiga tabung yang masing-masing berisi amilum dengan konsentrasi amilase 0,5 ml, 1,0 ml, dan 1,5 ml menghasilkan warna biru muda. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja secara optimal dalam menghodrolisis amilum yang ditandai dengan uji benedict yang negative. Akan tetapi, seharusnya pada uji benedict harus dilakukan pemasan agar hasil yang didapatkan lebih jelas. Pada uji iodium, tabung yang berisi amilum dengan konsentrasi amilase 0,5 ml dan 1,5 ml menghasilkan warna biru tua. Hal ini menunjukkan bahwa amilum tidak terhidrolisa dengan baik oleh enzim amilase menjadi monosakarida.  Sedangkan pada tabung yang berisi amilum dengan konsentrasi amilase1,0 ml menghasilkan warna coklat pekat. Hal ini menunjukkan bahwa enzim bekerja dengan baik dalam menghidrolisa amilum.
Pada uji pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim menggunakan konsentrasi enzim yang sama dengan  konsentrasi  amilum yang berbeda-beda yaitu 1 ml, 2 ml, 4 ml, dan 6 ml. Pada saat di uji dengan iodium, tabung yang  menggunakan konsentrasi amilum 2 ml menghasilkan warna bening.  Adanya warna bening ini menunjukkan bahwa amilum terhidrolisis oleh enzim amilase. Sedangkan tabung yang menggunakan  konsentrasi amilum 1 ml, 4 ml, dan 6 ml menghasilkan warna biru pekat. Semakin pekat warna yang dihasilkan maka masih banyak amilum yang tidak terhidrolisis oleh enzim amilase. Hal ini tidak sesuai dengan landasan teori bahwa pada konsentrasi enzim yang tetap, penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui titik jenuh enzim (Yazid, 2006) . Pada saat di uji dengan benedict, tabung yang menggunakan konsentrasi amilum sebanyak 1 ml dan 2 ml menghasilkan warna biru kehijauan. Hal ini menunjukkan bahwa enzim bekerja dengan baik karena amilum telah terhidrolisis menjadi monosakarida sehingga bereaksi positif dengan benedict. Sedangkan  pada tabung yang menggunakan konsentrasi amilum sebanyak 4 ml dan 6 ml menghasilkan warna biru bening. Hal ini menunjukkan bahwa enzim tidak bekerja dengan baik karena amilum tidak terhidrolisis oleh enzim amilase sehingga tidak bereaksi positif  dengan benedict. Seharusnya pada uji benedict dilakukan pemanasan terlebih dahulu agar hasilnya lebih baik.
Pada praktikum  uji gmelin yang kami peroleh yaitu pada tabung yang berisi HNO3 yang telah ditetesi dengan 1 ml empedu pekat secara hati –hati sehingga kedua larutan tidak bercampur menghasilkan warna dari bawah ke atas bening, orange, hijau kebiruan, ungu dan kuning,.Sedangkan pada tabung yang telah berisi iodium yang telah ditetesi dengan 1 ml empedu pekat menghasilkan warna hijau tua, hal ini menandakan adanya pigmen - pigmen warna empedu pada kedua tabung tersebut.
Pada praktikum  uji pettenkofer kami memasukkan 1 ml larutan empedu pekat, 2 tetes larutan sukrosa 5%, dan menuangkan 10 tetes H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, dari hasil praktium tersebut diperoleh hasil yaitu bening, merah- violet, keemasan, dan coklat. pada batas antara kedua larutan terbentuk pembatas cincin berwarna merah-violet. (Tutinaningsih, 2010)

VII.          Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pada uji pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim menunjukkan suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Pada suhu rendah (≤0oC) sifat katalis enzim menjadi inaktif, sedangkan pada suhu tinggi (±100oC) enzim menjadi terdenaturasi sehingga kehilangan fungsi enzimatisnya. Pada suhu kamar (25-30oC) terjadi aktivitas enzimatis yang cukup optimal. Setiap enzim masing-masing memiliki rentang suhu optimum yang berbeda-beda, umumnya berkisar pada rentang suhu 20-40oC.
Pada uji pengaruh pH terhadap aktivitas enzim, pH berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Setiap enzim masing-masing memiliki rentang pH optimum yang berbeda-beda, sesuai dengan pH lingkungan tempat enzim bekerja. Pada pH rendah ataupun pH tinggi yang jauh di luar dari rentang pH optimumnya aktivitas enzimatis berkurang bahkan tidak terjadi karena enzim mengalami denaturasi reverrsible (dapat balik).
Pada uji pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim, aktivitas enzim paling baik ditunjukkan pada konsentrasi amilum 2ml dengan konsentrasi enzim amilase 1,0 ml. Pada uji pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim, aktivitas enzim yang paling baik ditunjukkan pada konsentrasi amilum 2ml dengan konsentrasi enzim amilase 1 ml. Pada uji gmelin diketahui empedu mengandung bermacam – macam pigmen. Pigmen empedu yang utama adalah biliverdin yang berwarna hijau dan bilirudin yang berwarna jingga atau kuning coklat. Oksidasi pigmen –pigmen empedu oleh oksidator kuat seperti HNO3 akan menghasilkan  turunan senyawa yang berwarna. Misalnya: Mesobiliverdin (biru-hijau), Mesobilirubin (kuning), Mesobilisianin (biru – ungu/violet). Pada uji pattenkofer, larutan sukrosa dengan H2SO4 akan terbentuk gula heksosa yang kemudian membentuk suatu senyawa hidriksimetilfurfural yang dengan adanya cairan empedu akan terbentuk suatu cincin merah –violet.
.
VIII. Daftar Pustaka
Josua. 2010. Enzim. Blog. Dalam
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan Maggy Thenawidjaja. Principles of
Biochemistry. Jakarta: Erlangga.
Tutinaningsih, 2010. Biokimia Urine. Dalam
http://treesnasmart.blogspot.com/2009/05/Biokimia-urine.html. Diakses pada tanggal 28 oktober 2014.
Yazid,Estien. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta: ANDI

IX.       Pertanyaan
Kegiatan 1 : Uji Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim
1.      Jelaskan kegunaan uji Iodium dan Benedict dalam percobaan!
Jawaban :
Uji Iodium bertujuan membuktikan adanya polisakarida, dalam hal ini adalah amilum. Identifikasi ini didasarkan pada pembentukan kompleks adsorpsi berwarna spesifik oleh polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi amilum dengan Iodium menghasilkan berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan membuktikan adanya gula reduksi (monosakarida maupun oligosakarida). Pengujian ini berdasarkan  gula yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau kekuningan, dan setelah dilakukan pemanasan terbentuk endapan berwarna merah bata, kepekatan warna sebanding dengan kandungan gula pereduksi yang ada. Hasil dari uji Iodium dan benedict dijadikan sebuah indikator dalam menunjukkan apakah terjadi aktivitas enzim amilase yang menghidrolisis amilum (polisakarida) menjadi monosakarida maupun oligosakarida pada rentang suhu tertentu.
2.      Pada percobaan, apakah suhu mempengaruhi aktivitas enzim? Mengapa?
Jawaban:
Iya, suhu mempengaruhi aktivitas kerja enzim karena tiap kenaikan suhu 10º C, kecepatan reaksi enzimatis menjadi 1,1 s.d. 3,0 kali lipat lebih cepat (Yazid, 2006). Hal ini berlaku dalam batas suhu yang wajar. Kenaikan suhu berhubungan dengan meningkatnya energi kinetik pada molekul substrat dan enzim. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan molekul substrat meningkat. Sehingga, pada saat bertubrukan dengan enzim, energi molekul substrat berkurang. Hal ini memudahkan molekul substrat terikat pada sisi aktif enzim.  Peningkatan suhu yang ekstrim dapat menyebabkan atom-atom penyusun enzim bergetar sehingga ikatan hidrogen terputus dan enzim terdenaturasi. Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim dan menyebabkan enzim terlepas dari substratnya. Hal ini, menyebabkan aktivitas enzim menurun, denaturasi bersifat irreversible (tidak dapat balik). Setiap enzim mempunyai suhu optimum, sebagian besar enzim hewan mamalia dan manusia mempunyai suhu optimum 37º C. Sebagian besar enzim tumbuhan mempunyai suhu optimum 25º C.
3.      Pada suhu berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal? Mengapa?
Jawaban:
Rentang suhu optimum enzim amilase belum bisa ditentukan. Rentang suhu optimal suatu enzim tidak dapat dilakukan hanya dengan perlakuan pada satu rentang suhu non-ekstrim saja, melainkan pada berbagai rentang suhu. Namun, pada suhu kamar (25-30oC) terjadi aktivitas enzimatis yang cukup optimal.
4.      Sebutkan tiga enzim lain yang dapat menghidrolisis karbohidrat, masing-masing dengan sumbernya!
Jawaban:
Enzim yang menghidrolisis karbohidrat diantaranya sebagai berikut. Enzim amilase salah satunya diproduksi pada kelenjar saliva dan terdapat pada air liur. Enzim glukoamilase diproduksi oleh Aspergillus dan Rhizopus. Enzim laktase yang berfungsi untuk mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa diproduksi pada tanaman yaitu peach dan apel, sedangkan pada hewan vertebrata yaitu bagian jejunum. Enzim selulose berfungsi untuk menguraikan selulosa menjadi selabiosa atau disakarida dapat ditemukan pada saluran pencernaan hewan-hewan herbivora, dihasilkan oleh bakteri simbiotik.

Kegiatan 2: Uji Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim
1.      Pada percobaan, apakah pH mempengaruhi aktivitas enzim? Mengapa?
Jawaban:
Ya, pH sangat mempengaruhi aktivitas kerja enzim. Setiap enzim masing-masing memiliki rentang pH optimum yang berbeda-beda, sesuai dengan pH lingkungan tempat enzim bekerja. Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim pada beberapa macam pH yang berlainan, sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukkan aktivitas maksimum antara pH 5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada enzim yang mempunyai pH optimum yang sangat rendah, seperti pepsin, yang mempunyai pH optimum 2 menyesuaikan dengan pH lingkungan lambung. Pada pH yang jauh di luar pH optimum, enzim akan terdenaturasi yang bersifat reverrsible (dapat balik).
2.      Pada pH berapa diperoleh aktivitas enzim amilase yang optimal? Mengapa?
Jawaban :
Berdasarkan referensi yang didapat diketahui bahwa rentang pH optimum enzim amilase (ptialin) menyesuaikan dengan pH rongga mulut yaitu antara 7,5 s.d. 8,0 (Josua, 2010). Berdasarkan hasil pengamatan didapat rentang pH optimum enzim amilase (ptialin) antara pH 7 s.d 9. Hal tersebut dapat dilihat dari indikator perubahan warna yang terbentuk setelah diuji Iodium dan Benedict.

Kegiatan 3: Uji Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Pada konsentrasi (volume) enzim berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal? Mengapa?
Jawaban:
Aktivitas enzim amilase optimal pada konsentrasi enzim1,0 ml. Karena pada konsentrasi ini, setelah di uji dengan iodium menghasilkan warna coklat pekat. Akan tetapi pada uji benedictnya enzim tidak dapat bekerja secara optimal karena amilum tidak terhidrolisis oleh enzim.

Kegiatan 4: Uji Pengaruh Konsentrasi Substrat Terhadap Aktivitas Enzim
1.      Pada konsentrasi substrat berapa diperoleh aktivitas enzim amilase optimal? Mengapa?
Jawaban:
Aktifitas enzim amilase optimal pada konsentrasi (volume) substrat 2 ml. Karena pada konsentrasi ini, setelah diuji dengan iodium menghasilkan warna bening dan setelah di uji dengan benedict menghasilkan warna biru kehijauan.

Kegiatan 5: Uji Gmelin
1.      Apakah kegunaan larutan iodium dalam percobaan? Jelaskan!
Jawaban:
Kegunaan larutan iodium dalam percobaan diatas adalah untuk pengoksidasian zat warna dalam empedu.

Kegiatan 6: Uji Pettenkofer
1.      Apakah kegunaan sukrosa dalam percobaan?
Jawaban:
Kegunaan sukrosa dalam percobaan diatas adalah berfungsi sebagai pengoksidasi zat warna empedu.
2.      Sebutkan masing-masing dua fungsi dari asam empedu dan garam empedu?
Jawaban:
Fungsi garam empedu:
a.       Berperan dalam emulsi lemak ,
b.      Berperan dalam mengeluarkan beberapa produk buangan dari darah antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin dan kelebihan kolestrolyang dibentuk oleh sel –sel hati.
Fungsi asam empedu :
a.       Asam empedu membantu megemulsi partikel- partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil.
b.      Asam empedu membantu transport dan absorbs produk akhir lemak yang dicerna menembus membrane sel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar